midtoad.org – Dalam sebuah manuver diplomatik yang signifikan, Turki telah memberlakukan pembatasan ekspor ke Israel sebagai tanggapan terhadap konflik yang berkelanjutan di Gaza. Keputusan ini diumumkan sebagai reaksi terhadap perang yang telah berlangsung selama enam bulan, dengan ekspektasi untuk mendorong pemulihan perdamaian.
Detil Pembatasan Perdagangan
Mulai berlaku pada tanggal 9 April 2024, Turki menangguhkan ekspor melintasi berbagai kategori yang mencakup produk dari besi hingga bahan bakar penerbangan. Inisiatif ini diambil setelah Israel menolak permintaan Turki untuk berpartisipasi dalam pengiriman bantuan ke Gaza melalui jalur udara.
Posisi Turki dan Respon Internasional
Kementerian Perdagangan Turki menyatakan bahwa pembatasan akan berlanjut sampai Israel mematuhi kewajiban hukum internasionalnya dengan mengumumkan gencatan senjata dan memfasilitasi aliran bantuan kemanusiaan ke Gaza. Di sisi lain, Menteri Luar Negeri Israel, Israel Katz, menyatakan bahwa tindakan Turki merupakah pelanggaran terhadap perjanjian perdagangan yang ada, menunjukkan kemungkinan adanya langkah balasan dari Israel.
Kritik Domestik dan Politik di Turki
Presiden Erdogan menghadapi peningkatan kritik domestik atas keputusan untuk mempertahankan hubungan ekonomi dengan Israel. Kritik ini telah berkontribusi pada kekalahan partainya dalam pemilihan lokal, dengan oposisi yang menuntut pendekatan yang lebih tegas terhadap konflik Gaza.
Analisis Perdagangan dan Tekanan dari Oposisi
Meskipun ada penurunan dalam perdagangan sejak konflik dimulai pada 7 Oktober, data dari Majelis Eksportir Turki menunjukkan bahwa ekspor ke Israel masih menunjukkan peningkatan bulanan di tahun 2024. Oposisi politik di Turki mendukung pembatasan ini tetapi meminta untuk langkah yang lebih komprehensif, termasuk menutup wilayah udara dan pelabuhan terhadap Israel.
Langkah yang diambil oleh Turki untuk membatasi ekspor ke Israel mencerminkan upaya diplomatik yang bertujuan untuk menekan resolusi konflik di Gaza. Tindakan ini memiliki implikasi yang luas, baik dalam konteks internasional maupun dalam politik domestik, menandakan sebuah periode ketegangan yang mungkin berlanjut dalam hubungan antara kedua negara.