midtoad.org – Pada tanggal 7 November 2024, Ketua Umum Partai Golkar, Bahlil Lahadalia, mengumumkan bahwa Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi), dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka tidak akan menjadi kader atau pengurus di Partai Golkar. Keputusan ini mengejutkan banyak pihak, mengingat sebelumnya ada spekulasi bahwa Jokowi dan Gibran akan bergabung dengan Golkar setelah meninggalkan PDIP.
Jokowi dan Gibran dipecat dari PDIP setelah keduanya memutuskan untuk bergabung dengan Prabowo Subianto dalam pemilihan presiden 2024. PDIP, yang sebelumnya mendukung Jokowi selama dua periode kepresidenan, merasa dikhianati oleh keputusan Jokowi untuk mendukung Prabowo, yang merupakan rival politiknya di masa lalu. Pemecatan ini juga dipicu oleh keputusan Mahkamah Konstitusi yang memungkinkan Gibran untuk mencalonkan diri sebagai Wakil Presiden meskipun usianya belum memenuhi syarat pada saat pendaftaran.
Bahlil Lahadalia menjelaskan bahwa keputusan untuk tidak menerima Jokowi dan Gibran di Golkar didasarkan pada beberapa alasan. Pertama, AD/ART Partai Golkar mensyaratkan bahwa mantan kader partai lain harus melalui proses tertentu sebelum dapat bergabung dengan Golkar. Kedua, Bahlil menyatakan bahwa Golkar ingin menjaga integritas dan independensinya sebagai partai politik yang kuat dan tidak ingin terlibat dalam konflik internal PDIP.
Pemecatan Jokowi dan Gibran dari PDIP serta penolakan mereka oleh Golkar memiliki beberapa implikasi politik yang signifikan:
- Kehilangan Dukungan: Jokowi dan Gibran kehilangan dukungan dari basis massa PDIP yang besar dan solid. Ini bisa berdampak pada popularitas dan pengaruh politik mereka di masa depan.
- Konsolidasi Kekuasaan Prabowo: Dengan bergabungnya Jokowi dan Gibran, Prabowo Subianto dapat memperkuat basis dukungannya. Kombinasi antara popularitas Jokowi dan basis massa Prabowo dapat menciptakan kekuatan politik yang signifikan.
- Perubahan Dinamika Partai: Keputusan Golkar untuk tidak menerima Jokowi dan Gibran menunjukkan bahwa partai politik judi bola di Indonesia semakin independen dan tidak tergantung pada figur-figur tertentu. Ini bisa menjadi tren baru dalam politik Indonesia di masa depan.
- Kontroversi Hukum: Pemecatan Jokowi dan Gibran juga menimbulkan pertanyaan hukum mengenai proses pemilihan dan keputusan Mahkamah Konstitusi yang memungkinkan Gibran mencalonkan diri sebagai Wakil Presiden. Ini bisa menjadi isu yang terus diperdebatkan di kalangan hukum dan politik.
Pemecatan Jokowi dan Gibran dari PDIP serta penolakan mereka oleh Golkar menandai perubahan besar dalam dinamika politik Indonesia. Keputusan ini tidak hanya mempengaruhi popularitas dan pengaruh politik mereka, tetapi juga dapat mengubah cara partai politik beroperasi di masa depan. Dengan integritas dan independensi yang dipertahankan oleh Golkar, partai politik di Indonesia mungkin akan semakin berfokus pada kebijakan dan program daripada figur-figur tertentu.