midtoad.org – Direktur Utama Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, Ali Ghufron Mukti, telah menjelaskan skema iuran yang akan diterapkan dalam sistem BPJS tanpa kelas, yang dikenal sebagai sistem Kelas Rawat Inap Standar (KRIS). Walaupun semua peserta akan mendapatkan ruang perawatan yang serupa, jumlah iuran yang harus dibayar akan tetap berbeda-beda.
Ghufron menekankan bahwa iuran tidak akan sama untuk semua peserta, sesuai dengan prinsip gotong-royong. “Tentu saja iuran tidak akan sama, karena prinsip gotong-royong masih berlaku,” ujarnya melalui pesan teks.
Belum ada penjelasan rinci mengenai besaran iuran yang harus dibayarkan oleh peserta BPJS pada saat sistem baru ini diterapkan. Ghufron menyatakan bahwa besaran tarif akan didiskusikan dengan Kementerian Kesehatan, Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), dan BPJS.
“Besaran iuran akan ditentukan setelah melalui evaluasi, diskusi, dan persetujuan dari pihak-pihak terkait, termasuk Kemenkes, DJSN, dan BPJS,” kata dia.
Dia juga menyebutkan bahwa pembahasan mengenai jumlah iuran akan dilakukan bersama Kementerian Keuangan untuk menentukan indikator-indikator yang akan digunakan dalam menetapkan klasifikasi besaran iuran bagi setiap peserta yang berbeda-beda.
Ghufron tidak memberikan detail tentang jenjang besaran iuran yang akan diterapkan kepada peserta. Dia hanya memberikan contoh bahwa iuran untuk peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) BPJS pasti akan berbeda dari yang di luar golongan tersebut.
Presiden Joko Widodo telah mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2024 tentang Jaminan Sosial, yang mengganti sistem kelas 1, 2, 3 dalam BPJS Kesehatan dengan sistem KRIS. Dalam sistem KRIS, semua peserta akan mendapatkan ruang perawatan yang relatif serupa, dengan 12 kriteria yang harus dipenuhi, seperti ventilasi ruangan, temperatur ruangan, dan kamar mandi di dalam ruangan.
Sistem KRIS ditargetkan untuk diterapkan di seluruh rumah sakit yang bekerja sama dengan BPJS paling lambat 30 Juni 2025. Penetapan iuran, manfaat, dan tarif akan diputuskan paling lambat 1 Juli 2025.
Anggota DJSN, Asih Eka Putri, menyatakan bahwa besaran iuran peserta belum diatur dalam Perpres 59/2024. Dia menjelaskan bahwa selama masa transisi hingga 1 Juli 2025, peserta masih akan membayar iuran sesuai dengan aturan sebelumnya yang masih memuat kelas 1, 2, 3.
“Selama masa transisi, kami masih merujuk pada Pasal di Perpres Nomor 64 Tahun 2022 tentang Jaminan Kesehatan,” kata dia. Dia menambahkan bahwa DJSN dan pihak-pihak terkait lainnya masih dalam proses menghitung besaran iuran yang harus dibayarkan oleh setiap peserta. Penerapan sistem KRIS ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas jaminan kesehatan nasional.
“Dengan sistem KRIS, Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) diharapkan semakin meningkatkan mutu layanannya,” tutup dia.